Kutipan isi Sumpah Pemuda
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air
Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa
Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Sebenarnya, butir ketiga ini yang ingin saya soroti. Di pusat keramaian seperti mal atau plasa, seringkali saya mencuri dengar orang tua masa kini yang berkomunikasi dengan anaknya yang masih balita dengan Bahasa Inggris. Pada awalnya saya pikir mereka adalah keluarga expatriate. Iseng ingin tahu lebih lanjut, ternyata antara ayah dan ibunya berbicara dengan Bahasa Indonesia.
Hmmm.. mungkin ini pola didik yang ditempuh mereka untuk membiasakan anak-anaknya berbicara bahasa asing. Mungkin mereka ingin anaknya pintar berbahasa asing. Tapi, pikiran dangkal saya membantah pola didik seperti itu. Apakah anak-anak mereka nantinya bisa fasih berbahasa Indonesia?
Saya akui, beberapa teman kerja dan termasuk saya sendiri juga tidak fasih berbicara bahasa Inggris. Mungkin jika ditanya juga apakah kami fasih menggunakan Bahasa Indonesia? hmmm... Saya pribadi menjawabnya tidak. Banyak kata-kata yang masih saya tidak mengerti dalam Bahasa Indonesia, dan hal itu memaksa saya untuk membuka Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Tapi, jangan kita berpikir bahwa penguasaan kosakata kita dimiliki juga oleh lawan bicara kita. Kita lihat jajaran mahasiswa yang bila melakukan orasi menggunakan kata-kata yang kurang umum di khalayak ramai. Kata-kata seperti retorika, kapitalis, pragmatis, praksis tetap diteriakkan dengan lantang di pinggir jalan. Apakah mereka yang mendengarkan mengerti apa yang diteriakkan? Lantas apa gunanya berorasi?
Saya teringat beberapa waktu lalu ketika saya mengajukan (lebih tepatnya dipaksa mengajukan) kartu kredit baru oleh teman kantor. Kebetulan ketika proses verifikasi, yang ditelpon adalah tempat kos saya dan yang menjawab telpon adalah ibu kos yang sudah lumayan sepuh. Ketika pulang kerja beliau menyampaikan bahwa ada yang mencari saya lewat telpon. Lantas dia bertanya, "Tin, verifikasi itu apa ya?" Dengan sebelumnya susah payah menyebutkan kata verifikasi. Tampaknya sang penelpon mengutarakan maksudnya terlebih dahulu di awal pembicaraan yaitu ingin memverifikasi. Tapi kata verifikasi malah membuat bingung ibu kos. Bukankah akan lebih baik menyederhanakan kata bila lawan bicara mulai tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan?
Memang terdengar tidak mangkus dan sangkil bila dijabarkan arti verifikasi, tapi bukankah inti dari komunikasi adalah terjadi perpindahan informasi antar komunikan? Bisa saja kan kita menggunakan kalimat: "Selamat siang Ibu. Maaf, kami dari Kartu Kredit M*******n ingin mengecek kebenaran data atas nama [nama_saya]." Lebih mudah dipahami bukan? :)
Terkadang kita lupa bahwa kalimat yang kita buat tidak dipahami oleh lawan bicara. Mungkin niatnya ingin lawan bicara mengerti bahwa pembicara adalah orang yang berpendidikan, yang mengenyam sekolah tingkat tinggi.. Sekali lagi, .. mungkin.. :)
* Manakah kata berikut ini yang baku?
1. standarisasi / standardisasi
2. apotek / apotik
3. merubah / mengubah
4. November / Nopember
5. Nasihat / Nasehat
6. Resiko / Risiko
Catatan: saya sendiri susah payah menulis blog ini dengan mencoba mematuhi kaidah penulisan yang baku menurut Bahasa Indonesia. Sekali lagi, susah payah :)
2 komentar:
lah tin.. bukannya lo paling sering pake bahasa yang ribet2 itu??
nah, justru karena gw pake bahasa yg ribet itu malah nggak ada arti komunikasi. percuma kan? :)
Posting Komentar